Review The Tortured Poets Department (The Anthalogy) - Puisi yang bagus, tetapi sebuah kesalahan langkah yang langka

 


Ini adalah album pergerakan porosnya menuju full pop yang akan ditingkatkan, lebih tajam, oleh kolaborator andalannya Jack Antonoff dan Aaron Dessner dengan beberapa ide yang tidak berhasil. Pada kesan pertama, The Tortured Poets Department mempertahankan getaran konsisten yang melankolis tanpa mengorbankan unsur pop: My Boy Only Breaks His Favorite Toys, lalu ada I Can Do It with a Broken Heart, dan So High School semuanya terdengar seperti hit untuk pasar radio dan mainstream yang layak. Jack dan Aaron berbagi tugas produksi untuk merangkai estetika album ini dengan core Folklore, Evermore dan Midnights yang kurang kohesif. Terutama mengandalkan sound yang minimalis yang menambah bagian background rhythm dan hampir tidak ada dukungan instrumental. Musik Taylor Swift dulunya sebagai pendongeng yang mengumpulkan perasaan emosional dalam hidupnya dan membentuknya menjadi lagu-lagu yang tak terlupakan tentang dirinya sendiri. Bukan hanya itu, tetapi juga tentang wanita muda atas kesedihan mereka, keinginan mereka, kecerdasan dan kemauan mereka. Dia adalah gadis dengan pena platinum, perasaannya layak didengar bukan hanya karena mereka ada tetapi karena dia mengubahnya menjadi seni.


Sound minimalistic yang terdengar relatif di album ini melemahkan beberapa kekuatan terbesar Swift. Pendekatan minimalistic bekerja dengan cemerlang di Folklore dan Evermore, di mana Swift memperluas suara narasinya dengan berperan sebagai tokoh karakter utama pada album tersebut. Tapi The Tortured Poets Department adalah sesuatu yang mengalami kemunduran dalam hal itu. Ada beberapa baris dan bait yang menampilkan selera humor Swift, tetapi mereka terlalu sering ditampakan dalam lagu-lagu yang dinyatakan tidak tepat. Ada hal yang paling menarik di album ini pada trek Who's Afraid of Little Old Me?. Ini adalah trek yang Swift rasakan paling mengoyak hatinya dengan line, “Is it a wonder I broke?/Let’s hear one more joke/Then we could all just laugh until I cry”. Pujian pada album ini adalah Swift mengangkat beberapa tulisan itu dengan mengungkapan dan menekankan bagaimana dia mengubah kata-kata dalam idiom umum adalah salah satu kiasannya yang paling efektif. Sementara itu, The Tortured Poets Department dimainkan sebagai album pop yang terdengar cukup bagus tapi bertele-tele. Yang terbaik, album Swift menuntut dan menghargai analisisnya dan bukan jenis penafsiran yang mengakhiri pemikiran yang macet.


The Tortured Poets Department itu membosankan. Versi standard nya saja sudah cukup melelahkan ditambah dengan versi The Anthalogy yang treknya bertugas untuk memperpanjang sambil memperbaiki susunan materi lagu pada album sebelumnya. Ini bukanlah sesuatu yang sama seperti Red (Taylor's Version) yang punya trek terkuat. All Too Well dapat mempertahankan intensitas emosional yang menjamin durasinya dengan epik. Untuk seorang penulis lagu yang bertanggung jawab atas beberapa chorus dan melodi yang khas dari generasinya, ada kekurangan kedekatan yang mengejutkan atau bahkan pop yang standard saja. Lagu-lagu seperti Fortnight, yang terbebani oleh fitur Post Malone yang lembek dan judul lagu yang hangat bertujuan untuk sesuatu yang earworm yang mudah diingat yang diciptakan Swift, tetapi tidak sepenuhnya berhasil. Semua berbagai kesalahan langkah ini memuncak dalam album yang terasa seperti kesempatan yang terlewatkan. Kalau saja album ini terorganisir dengan lebih serius, Swift dapat membawa materi musik yang baru. Apa yang ditinggalkan The Tortured Poets Department untuk pendengar umum adalah album yang lebih merupakan puisi daripada suatu hal yang dapat relate dan menjadikan koleksi tanpa harus menjadi Swifties.

Super Track : Who's Afraid A Little Old Me

Genre : Synth Pop, Chamber Pop

Tanggal Rilis : 19 April 2024

Durasi : 2 Jam (Serius?)

Label : Republic Records

Produser : Jack Antonoff, Aaron Dessner, Patrick Berger



Comments